Manusia sebagai Makhluk Sosial (Homo socius) dan Makhluk Ekonomi (Homo economicus) yang Bermoral - Setujukah kalian dengan kecurangan yang dilakukan sebagian masyarakat dalam melakukan tindakan ekonomi? Apabila kalian tidak setuju, bagus! Berusaha memperoleh keuntungan sebesar mungkin tentu boleh, tetapi kalau dilakukan dengan menghalalkan segala cara, itu merupakan kesalahan besar.
Kalau begitu, bagaimana manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi harus bersikap? Jawabannya adalah bertindaklah berdasarkan moral.
Kata moral, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti budi pekerti yang baik. Manusia yang bermoral adalah manusia yang memiliki etika dan nilai-nilai mengenai tata cara hidup yang baik. Etika dan nilai-nilai tata hidup yang baik diatur dengan norma agama, norma susila, norma sopan santun, dan norma hukum. Dengan demikian, sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi, manusia harus bertindak dengan tetap memegang teguh pada norma agama, norma susila, norma sopan santun, dan norma hukum yang berlaku.
Perhatikan contoh berikut!
- Mengadakan ronda malam sebagai perwujudan manusia sebagai makhluk sosial memang bagus, tetapi kalau ronda itu dilakukan dengan dibarengi ngobrol antaranggota ronda dengan suara keras, tentu tidak sesuai lagi dengan norma sopan santun karena akan mengganggu istirahat anggota masyarakat yang lain.
- Pedagang mencari keuntungan sebesar mungkin boleh, tetapi jangan menipu pembeli dengan mengurangi berat timbangan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan norma agama dan norma hukum yang berlaku.
Faktanya disekitar kita!
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi independen dan netral di Indonesia yang kegiatannya di bidang sosial kemanusiaan. Dalam melaksanakan seluruh aktivitasnya, PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan, kemandirian, kesatuan, dan kesemestaan. Sampai saat ini terdapat 31 PMI Daerah (tingkat provinsi) dan sekitar 300 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh Indonesia.
Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan, tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.
Guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi pada saat-saat yang akan datang, saat ini PMI sedang mengembangkan Program Community Based Disaster Preparedness (Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat). Program ini dimaksudkan mendorong pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk menyiagakan dalam mencegah serta mengurangi dampak dan risiko bencana yang terjadi di lingkungannya. Hal ini sangat penting karena masyarakat sebagai pihak yang secara langsung terkena dampak bila terjadi bencana.
Selain itu, di Palang Merah Indonesia juga marak diselenggarakan pelatihan untuk Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (Community Based First Aid/ CBFA).
Pada dasarnya, seluruh gerakan kepalangmerahan haruslah berbasis masyarakat, ujung tombak gerakan kepalangmerahan adalah unsur-unsur kesukarelaan seperti Korps Sukarela atau KSR maupun Tenaga Sukarela atau TSR dan seluruh unsur ini selalu berbasis pada anggota masyarakat sesuai salah satu prinsip kepalangmerahan, yaitu kesemestaan.
Setiap orang harus dapat menempatkan diri sebagai makhluk ekonomi dan makhluk sosial secara seimbang. Sebagai makhluk ekonomi, manusia cenderung bertindak hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin demi kepentingannya, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia hanya akan bertindak berdasarkan kepentingan anggota masyarakat yang lain. Dengan demikian, keseimbangan sebagai makhluk sosial dan ekonomi akan tercapai bila dalam setiap tindakannya manusia telah mampu bersikap tidak individualis, tetapi juga memikirkan kepentingan orang lain. Manusia sebagai Makhluk Sosial (Homo socius) dan Makhluk Ekonomi (Homo economicus) yang Bermoral